Pages

Minggu, 29 Maret 2015

Doa Setelah Shalat Dhuha

اَللّهُمَّ اِنَّ الضُّحَاءَ ضُحَاءُكَ وَالْبَهَاءَ بَهَائُكَ وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ اَللّهُمَّ اِنْ كَانَ رِزْقِى فِى السَّمَاءِ فَاَنْزِلْهُ وَاِنْ كَانَ فِى اْلاَرْضِ فَاَخْرِجْهُ وَاِنْ كَانَ مُعَسِّرًا فَيَسِّرْهُ وَاِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ وَاِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ بِحَقِّ ضُحَائِكَ وَبَهَائِكَ وَجَمَالِكَ وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ اَتِنِى مَااَتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ


ALLAHUMMA INNADH DHUHA-A DHUHA-UKA,
WAL BAHAA-A BAHAA-UKA,
WAL JAMAALA JAMAALUKA,
WAL QUWWATA QUWWATUKA,
WAL QUDRATA QUDRATUKA,
WAL ISHMATA ISHMATUKA.
ALLAHUMA INKAANA RIZQI FIS SAMMA-I FA ANZILHU,
WA INKAANA FIL ARDHI FA-AKHRIJHU,
WA INKAANA MU’ASARAN FAYASSIRHU,
WAINKAANA HARAAMAN FATHAHHIRHU,
WA INKAANA BA’IDAN FA QARIBHU,
BIHAQQIDUHAA-IKA WA BAHAAIKA, WA JAMAALIKA WA QUWWATIKA WA QUDRATIKA,
AATINI MAA ATAITA ‘IBAADAKASH SHALIHIN.

Terjemahan :
“Wahai Tuhanku, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagungan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu, Wahai Tuhanku, apabila rezekiku berada di atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi, maka keluarkanlah, apabila sukar mudahkanlah, apabila haram sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah dengan kebenaran dhuha-Mu, kekuasaan-Mu (Wahai Tuhanku), datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkan kepada hamba-hambaMu yang soleh.”

Zikir Setelah Shalat Dhuha

Setelah shalat dhuha, biasakan membaca zikir

 رب اغفرلنا وتب علينا انك انت التواب الغفور 


(robbighfirlanaa watub ‘alainaa innaka Antattawwaabul ghofuur) sebanyak 100 kali.

Zikir tersebut luas sekali maknanya. Kurang lebih seperti ini:

“Wahai Tuhan kami, Penjaga kami, Pemenuh segala kebutuhan dan hajat kami, Pemelihara kami, Pelindung kami, Pengajar kami, dengan segala cara-cara-Mu, Penjaga kami, Penolong kami, Mohon Engkau berikan pertaubatan buat kami, mohon Engkau berikan kekuatan buat kami, untuk berhenti dari segala dosa dan maksiat. Mohon Engkau bimbing kami dan ajarkan kami untuk bertaubat… Mohon Engkau mudahkan kami untuk memperbaiki diri kami… Mohon Engkau tutup segala kesalahan kami, dan dosa-dosa kami, yang membuat kami jauh dari-Mu…

Mohon Engkau bersihkan juga kami dari segala keburukan dan menggantinya dengan kebaikan-kebaikan agar kami dapat melakukan kebaikan. Ganti segala keadaan kami juga dengan segala keadaan yang membuat kami dekat dengan-Mu, cinta dengan-Mu, takut dengan-Mu, sayang dengan-Mu, perhatian dengan-Mu…

Bila kami jadi susah dunia akhirat kami sebab segala kesusahan yang kami buat sendiri, buat kami sanggup menghentikan, mengubah, dan memprbaikinya, Ya Rabb… Sesungguhnya Engkau At-Tawwaab, Tuhan Yang Maha Menghentikan segala perbuatan buruk kami, segala dosa kami, segala kejahatan dan kelalaian kami… Engkau At-Tawwaab, Yang Maha Menerima taubat kami, dan Yang Bisa Menyebabkan kami bisa, mampu, dan berkehendak untuk bertaubat, juga memudahkan jalannya.

Engkau At Tawwaab, Tuhan Yang Maha Menerima kami dengan segala dosa dan kekurangan kami, lalu mengampuni dan membersihkan kami dengan segala pengertian doa ini, yang segala rahasia doa hanya Engkau Yang Tahu, juga segala rahasia nama At-Tawwaab-Mu…

Engkau juga Al-Ghofuur, Yang Maha Mengampuni seluas-luasnya, sebanyak-banyaknya, dosa keburukan dan maksiat hamba-hamba-Mu. Engkau Al-Ghofuur, yang bila sebagian dosa keburukan dan maksiat hamba-hamba-Mu sudah berwujud keburukan, kesulitan, kesusahan, bagi hamba-hambaMu, maka Engkau jua yang bisa mengubahnya, menggantinya, kepada keadaan baik menurut-Mu, dengan cara-caraMu, karena Engkau Al-Ghofuur. Begitu luas ampunan-Mu, gak ada batesannya, gak ada tepiannya, yang dengan indah Engkau sandingkan dengan At-Tawwaab..

Di doa sehabis dhuha ini, seakan Engkau tahu, dan pastinya Engkau tahu bahwa karena ampunan-Mu luas seluas-luasnya, besar sebesar-besarnya, banyak sebanyak-banyaknya, maka bisa jadi hamba-hambaMu ada yang terus menerus melakukan dosa-dosa, keburukan-keburukan, kesalahan-kesalahan, maksiat-maksiat yang baru… Padahal Engkau sudah mengampuni, padahal Engkau sudah menutupi, padahal Engkau sudah memaafkan sebab Engkau Al-Ghofuur

Karena itu Engkau lengkapi doa ini, lewat Rasul-Mu, bukan hanya Al-Ghofuur… Tetapi juga At-Tawwaab. Engkau sanggup suatu saat membuat orang bisa berhenti: selamanya gak mengulangi lagi. Engkau juga bukan hanya At-Tawwab, Tapi juga Al Ghofuur. Serasi, pas, dengan segala makna yang hanya Engkau Yang Mengetahuinya…

Kawan-kawan, inilah sebagian dari pengertian, makna, filosofi, hikmah, dari doa setelah shalat dhuha. Sesungguhnya makna, arti, dan pengertian lainnya, dari setiap potongannya lebih dari itu. Asli. Lebih dari itu. Doa setelah shalat dhuha ini selain berbahasa Arab, bahasa teragung, ia juga doa langsung dari Rasul. Dhamir dalam doa tersebut saya ganti menjadi nahnu, menjadi “kami” dengan maksud agar saat kita semua berdoa dengan doa ini seratus kali, tercakup juga doa untuk sekeliling kita: Indonesia, dunia, semesta, dengan segala isinya dari yang paling dulu, hingga yang paling akhir.

Sungguh lebih indah, lebih luas, lebih dalam lagi maknanya. Semoga istiqamah menjalankan doa ini, setelah tau sedikiiiittt maknanya. Selamat menjalankan ya.

Minggu, 15 Maret 2015

Sedekah 10 Ribu Dibalas 10 Juta

Kisah ini dialami oleh teman baik saya saat bulan Ramadhan kemarin. Sebuah kisah yang membuka mata hati saya, karena saya tahu prosesnya dari awal hingga balasan sedekah itu diterima. Kini kisah ini saya bagikan pada anda, semoga bermanfaat dan menambah semangat kita untuk selalu bersedekah walau dalam kesempitan atau dirundung masalah…..

Teman saya saat bulan Ramadhan kemarin baru satu bulan pindah dari pekerjaan lamanya. Dia memilih menjadi marketing properti di salah satu perusahaan pengembang perumahan. Hampir 2 bulan bekerja, teman saya belum bisa menjual satu pun rumah di perusahaan tersebut. Padahal tiap bulan dia mendapat gaji yang lumayan, hal inilah yang membuat dia tidak enak.

Ditengah keputusasaan tersebut, dia ingat akan kekuatan sedekah. Akhirnya dia berniat menyedekahkan hartanya untuk mengatasi permasalahan hidupnya. Dia menyedekahkan uang Rp. 10.000,- untuk panti asuhan dengan harapan Allah mau melancarkan pekerjaannya.

Sungguh diluar dugaan, dalam kurun waktu 1 jam saja, Allah memberi kelancaran bagi pekerjaannya. Dia bisa menjual 4 rumah sekaligus hari itu. Dengan nilai komisi…. 10 juta..!! Silahkan dihitung berapa kali lipat Allah membalas sedekah dia. :)

Mengapa balasannya sangat besar? Karena uang 10 ribu waktu itu, sangat berarti bagi teman saya. Anda tahu berapa uang yang dia miliki saat menyedekahkan 10 ribu tersebut? Uang yang dimiliki di dompetnya tidak lebih dari 20 ribu. Dia hanya menyisakan uang bensin untuk pulang ke rumah.

Ini sangat berhubungan dengan artikel sedekah ekstrem yang pernah saya tulis. Saat kita punya keyakinan tinggi akan kekuatan sedekah, Allah akan benar-benar membuktikannya pada anda. Saat anda yakin Allah akan menolong lewat sedekah anda, Allah akan bener-benar menolong “SAAT ITU JUGA” seperti yang dialami teman saya.

Semoga kisah ini bermanfaat, sukses untuk anda ….

Sumber : motivasi.petamalang.com

Kamis, 12 Maret 2015

Syarat Sedekah Yang Paling Utama

Sedekah semuanya baik, namun antara satu dengan yang lain berbeda keutamaan dan nilainya, tergantung niat, kondisi orang yang bersedekah dan kepentingan proyek atau sasaran sedekah. Di antara sedekah yang utama menurut Islam adalah sbb:

1. Sedekah Sirriyyah

Sedekah sirriyyah adalah sedekah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sedekah ini sangat utama karena lebih mendekati ikhlas dan selamat dari sifat riya’. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Jika kamu Menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.” (QS. Al Baqarah: 271)

Perlu diketahui, bahwa yang utama untuk disembunyikan adalah pada sedekah kepada fakir dan miskin. Hal ini, karena ada banyak jenis sedekah yang mau tidak mau harus ditampakkan, seperti membangun masjid, membangun sekolah, jembatan, membuat sumur, membekali pasukan jihad dan sebagainya.

Di antara hikmah menyembunyikan sedekah kepada fakir miskin adalah untuk menutupi aib saudara kita yang miskin tersebut. Sehingga tidak tampak di kalangan manusia serta tidak diketahui kekurangan dirinya. Tidak diketahui bahwa tangannya berada di bawah dan bahwa dia orang yang tidak punya. Hal ini merupakan nilai tambah tersendiri dalam berbuat ihsan kepada fakir-miskin. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji sedekah sirriyyah, memuji pelakunya dan memberitahukan bahwa dia termasuk tujuh golongan yang dinaungi Allah Subhanahu wa Ta’ala nanti pada hari kiamat.

2. Sedekah Dalam Kondisi Sehat 

Bersedekah dalam kondisi sehat lebih utama daripada berwasiat ketika sudah menjelang ajal, atau ketika sudah sakit parah dan sulit diharapkan kesembuhannya. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah apa yang paling utama?” Beliau menjawab:

« أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ ، تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى ، وَلاَ تُمْهِلُ حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ قُلْتَ : لِفُلاَنٍ كَذَا ، وَلِفُلاَنٍ كَذَا ، وَقَدْ كَانَ لِفُلاَنٍ » .

“Engkau bersedekah dalam kondisi sehat dan berat mengeluarkannya, dalam kondisi kamu khawatir miskin dan mengharap kaya. Maka janganlah kamu tunda, sehingga ruh sampai di tenggorokan, ketika itu kamu mengatakan, “Untuk fulan sekian, untuk fulan sekian, dan untuk fulan sekian.” Padahal telah menjadi milik si fulan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Sedekah dengan Kemampuan Maksimal

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ جُهْدُ الْمُقِلِّ وَ ابْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُ

“Sedekah yang paling utama adalah sedekah maksimal orang yang tidak punya, dan mulailah dari orang yang kamu tanggung.” (HR. Abu Dawud dan Hakim, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 1112)

Imam al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah berkata, “Hendaknya seorang memilih untuk bersedekah dengan kelebihan hartanya, dan menyisakan secukupnya untuk dirinya karena khawatir terhadap fitnah fakir (kemiskinan). Sebab, boleh jadi dia akan menyesal atas apa yang dia lakukan (dengan berinfak seluruh atau melebihi separuh harta) sehingga merusak pahala. Sedekah dan kecukupan hendaknya selalu eksis dalam diri manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari Abu Bakar yang keluar dengan seluruh hartanya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tahu persis kuatnya keyakinan Abu Bakar dan kebenaran tawakkalnya, sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak khawatir fitnah itu menimpanya sebagaimana Beliau khawatir terhadap selain Abu Bakar. Bersedekah dalam kondisi keluarga sangat butuh dan kekurangan, atau dalam keadaan menanggung banyak utang bukanlah sesuatu yang dikehendaki dari sedekah itu. Karena membayar utang dan memberi nafkah keluarga atau diri sendiri yang memang butuh adalah lebih utama. Kecuali jika memang dirinya sanggup untuk bersabar dan membiarkan dirinya mengalah meskipun sebenarnya membutuhkan sebagaimana yang dilakukan Abu Bakar dan itsar (mendahulukan orang lain) yang dilakukan kaum Anshar terhadap kaum muhajirin.”

Oleh karena itu, para ulama mensyaratkan bolehnya bersedekah dengan semua harta apabila orang yang bersedekah kuat, mampu berusaha, bersabar, tidak berutang dan tidak ada orang yang wajib dinafkahi di sisinya. Ketika syarat-syarat ini tidak ada, maka bersedekah ketika itu adalah makruh.

4. Sedekah Setelah Kebutuhan Wajib Terpenuhi

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.” (QS. Al Baqarah: 219)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى ، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ

“Sedekah yang terbaik adalah yang dikeluarkan selebih keperluan, dan mulailah dari orang yang kamu tanggung.” (HR. Bukhari)

5. Menafkahi anak-istri

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

« دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِى أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ » .

“Ada dinar yang kamu infakkan di jalan Allah, dinar yang kamu infakkan untuk memerdekakan budak dan dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin. Namun dinar yang kamu keluarkan untuk keluargamu (anak-isteri) lebih besar pahalanya.” (HR. Muslim)

6. Bersedekah Kepada Kerabat

Disebutkan bahwa Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu memiliki kebun kurma yang sangat indah dan sangat dia cintai, namanya Bairuha’. Ketika turun ayat:

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (QS. Ali Imran: 92)

Maka Abu Thalhah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengatakan bahwa Bairuha’ diserahkan kepada Beliau, untuk dimanfaatkan sesuai kehendak Beliau. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyarankan agar ia membagikan bairuha’ kepada kerabatnya. Maka Abu Thalhah melakukan apa yang disarankan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan membagikannya untuk kerabat dan keponakannya (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

اَلصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِيْنِ صَدَقَةٌ وَ هِيَ عَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ : صَدَقَةٌ وَ صِلَةٌ

“Bersedekah kepada orang miskin adalah satu sedekah, dan kepada kerabat ada dua (kebaikan); sedekah dan silaturrahim.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Hakim, Shahihul Jami’ no. 3858)

Secara lebih khusus, setelah menafkahi keluarga yang menjadi tanggungan adalah memberikan nafkah kepada dua kelompok:

A. Anak yatim yang masih ada hubungan kerabat.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Tetapi Dia tidak menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apa jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau kepada orang miskin yang sangat fakir. (QS. Al Balad: 11-16)

B. Kerabat yang memendam permusuhan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ الصَّدَقَةُ عَلَى ذِي الرَّحِمِ الْكَاشِحِ

“Sedekah yang paling utama adalah sedekah kepada kerabat yang memendam permusuhan.” (HR. Ahmad dan Thabrani dalam al-Kabir, Shahihul Jami’ no. 1110)

7. Bersedekah Kepada Tetangga

Dalam suratAn Nisaa’ ayat 36 disebutkan perintah berbuat baik kepada tetangga, baik yang dekat maupun yang jauh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda kepada Abu Dzar:

« يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ » .

“Wahai Abu Dzar! Jika kamu memasak sop, maka perbanyaklah kuahnya, lalu bagilah sebagiannya kepada tetanggamu.” (HR. Muslim)

8. Bersedekah Untuk Jihad fii Sabilillah

9. Bersedekah Kepada Kawannya yang Berada di Jalan Allah

Kedua hal di atas (no. 8 dan 9) berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

« أَفْضَلُ دِينَارٍ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ دِينَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى عِيَالِهِ وَدِينَارٌ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ عَلَى دَابَّتِهِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى أَصْحَابِهِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ »

“Dinar yang paling utama adalah dinar yang dikeluarkan seseorang untuk menafkahi keluarganya, dinar yang dikeluarkan untuk kendaraannya (yang digunakan) di jalan Allah dan dinar yang dikeluarkan kepada kawannya di jalan Allah.” (HR. Muslim)

مَنْ جَهَّزَ غَازِياً فِى سَبِيلِ اللَّهِ فَقَدْ غَزَا ، وَمَنْ خَلَفَ غَازِياً فِى سَبِيلِ اللَّهِ بِخَيْرٍ فَقَدْ غَزَا

“Barang siapa mempersiapkan (membekali) orang yang berperang, maka sungguh ia telah berperang. Barang siapa yang menanggung keluarga orang yang berperang, maka sungguh ia telah berperang.” (HR. Bukhari dan Muslim)

10. Sedekah Jariyah

Sedekah jariyah adalah sedekah yang pahalanya terus mengalir meskipun ia sudah meninggal. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Apabila cucu Adam meninggal, maka terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga; sedekah jariyah, ilmu yang dimanfa’atkan atau anak shalih yang mendo’akan (orang tua)nya.” (HR. Muslim)

Termasuk sedekah jariyah adalah waqf, pembangunan masjid, madrasah, pengadaan sarana air bersih, menggali sumur, menanam pohon agar buahnya dapat dimanfaatkan banyak orang dan proyek-proyek lain yang dimanfaatkan secara berkelanjutan oleh masyarakat.

Imam as-Suyuthiy membuatkan sya’ir menyebutkan hal-hal yang bermanfaat bagi seorang sesudah meninggalnya:

اِذَا مَاتَ ابْنُ ادَمَ يَجْرِي عَلَيْهِ مِنْ فِعَالٍ غَيْرِ عَشْرٍ

عُلُوْمٍ بَثَّهَا وَدُعَاءِ نَجْلٍ وَغَرْسِ النَّخْلِ وَالصَّدَقَاتُ تَجْرِي

وَرَاثَةِ مُصْحَفٍ وَرِبَاطِ ثَغْرٍ وَحَفْرِ الْبِئْرِ أَوْ إِجْرَاءِ نَهْرٍ

وَبَيْتٍ لْلْغَرِيْبِ بَنَاهُ يَأْوِى إلِيْهِ أَوْ بِنَاءِ مَحَلِّ ذِكْرٍ

“Apabila cucu Adam Adam meninggal, maka mengalirlah kepadanya sepuluh perkara;, Ilmu yang disebarkannya, doa anak saleh, pohon kurma yang ditanamnya serta sedekahnya yang mengalir, Mushaf yang diwariskan dan menjaga perbatasan, Menggali sumur, mengalirkan sungai, rumah untuk musafir yang dibangunnya atau membangun tempat ibadah.”

Ditulis oleh Ustadz Marwan bin Musa Maraji': Buletin An Nur (Th X No. 470 tentang srdekah yang utama) dan diberi tambahan dari kitab-kitab yang lain.

Sumber : www.KonsultasiSyariah.com

Hadist Tentang Sedekah

Berikut ini adalah beberapa hadist tentang Sedekah :

عََن أَبِيْ مَا لِكِ الْحَارِثِيِّ ابْنِ عَاصِمُ لأشْعَرِيِّ رَضِيَ اللهُ عََنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَا الطُّهُوْرُ شَطْرُ الأِيْمَانِ. وَالْحَمْدُ للهِ تَمْلأُ الْمِيْزَانِ, وَسُبْحَانَ اللهَِ وَالْحَمْدُ للهِ تَمْلأُ أَوْ تَمْلآنِِ مَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَالصَّلآةُ نُوْرٌ, وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ, وَالْقُرْانُ حُخَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ. كُلُّ النَّاسِ يَغْدُوْ فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِِقُهَا أَوْ مُوْبِقُهَا (رواه مسلم)

Dari Abu Malik bin 'Ashim al-'asyari ra., dia berkata, Rasulullah saw bersabda: "Bersuci adalah sebagian dari iman, alhamdulillah dapat memenuhi timbangan, subahanalloh dan alhamdulillah dapat memenuhi antara langit dan bumi, shalat dan cahaya, sedekah adalah bukti, al-qur'an dapat menjadi saksi yang meringankanmu atau yang memberatkanmu. Semua manusia berangkat menjual dirinya, dan ada yang membebaskan dirinya (dari kehinaan dan azab) ada juga yang menghancurkannya. " (HR. Muslim)

Hadits ini termasuk hadits yang sohih, karena sanadnya melalui sahabat yang bernama Abu Malik bin 'Ashim al-'asyari dan sampai kepada Rasulullah saw, dan kemudian diriwayatkan oleh Muslim.

Dalam hadits ini dapat dipahami bahwa segala amal ibadah yang kita laksanakan, apabila dilengkapi dengan sedekah maka akan dapat memenuhi timbangan amalan yang kita kerjakan tersebut dan merupakan pembuktian dari amalan yang kita lakukan. Oleh karena itu bersedekah tidak dapat dipisahkan dari amalan kita.

Sedekah Sunnah

Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda[2]:

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ العِبَادُ فِيْهِ أِلّا مَلَكَانِ يَنْزِ لَا نِ فَيَقُوْلُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطَِ مُنْفِقًا خَلَقًا وَيَقُوْلُ الْا خَرُ اللّهُمَّ أَعْطَِ مُمْسِكًا تَلَفًا (رواه مسلم)

" Tidak satu hari pun yang dilalui hamba Allah, kecuali ada dua malaikat turun kepadanya. Satu diantaranya berdoa: Ya Allah berilah ganti bagi orang yang telah menafkahkan hartanya di jalan-Mu. Sedangkan yang lainnya berdoa: Ya Allah, berilah kerusakan atas harta orang yang enggan menafkahkannya. " (HR. Muslim)

Apabila bersedekah dalam kebaikan maka kita didoakan oleh malaikat agar harta yang kita sedekahkan diganti oleh Allah swt. Dan apabila kita enggan dalam bersedekah, maka malaikat juga mendoakan agar harta kita lenyap.

Dalam hadits lain Rasulullah juga bersabda[3]:

أِنَّ الصَّدَ قَةَََ لَتُطْفِىءُ غَضَبَ الرَّبِّ وَتَدْفَعُ عَنْ مِيْتَةِ السُّوءِ رواه الترمذى))

" Sesungguhnya sedekah itu memadamkan murka Allah dan mencegah dari proses kematian yang menyengsarakan. " (HR. Tirmidzi) Menurut At-Tarmizi hadits ini berstatus hasan.

Di antara faedah bersedekah dalam kebaikan, Allah akan menghilangkan murkanya dan mencegah kematiannya yang sangat menyengsarakan dan menyakitkan.

Yang Berhak Menerima Sedekah Rasulullah saw bersabda :

كَفَى بِاالْمَرْءِ أِثْمًا أَنْ يَّضِيْعَ مَنْ يَقُوْتُ (رواه البخارى وابوداود)

"Cukuplah seseorang berdosa, jika ia membiarkan orang yang seharusnya diberikan makanan. " (HR.Muslim dan Abu Daud)

Hendaknya kita mengetahui, bahwa yang berhak (utama) menerima sedekah adalah keluarga dan kaum kerabat.

D. Memberikan Sedekah Kepada Ibu Sebagaimana hadits berikut[5]: Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata; Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah saw: Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia. Akankah bermamfaat jika aku bersedekah untuknya? Beliau menjawab: Ya. Maka ia pun berkata: Sesungguhnya aku mempunyai taman dan aku bersaksi kepadamu, bahwa aku menyedekahkannya untuk ibuku." (HR.Khamsah) Hadits di atas diriwayatkan kecuali oleh imam Muslim.

Hadits berikutnya:

Dari Sa'ad bin 'Ubudah, ia menceritakan; Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw: " Wahai Rasulullah, ibuku telah meninggal dunia. Apakah sedekah yang bisa aku lakukan untuknya? Beliau menjawab: Air. Lalu ia menggali sumur dan berkata: Sumur ini aku sedekahkan untuk Ummu Sa'ad. " (HR. Abu Daud dan An-Nasa'i)

Bersedekah kepada ibu kita tidak ada larangannya, bahkan sangat dianjurkan. Dikarenakan orang yang paling utama kita beri sedekah adalah keluarga dan kamu kerabat. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah di atas.

Seorang Wanita Berinfak atau Bersedekah dari Harta Suaminya Dari Aisyah ra, dia menceritakan; Rasulullah saw bersabda:

أِذَا أَمْفَقَتْ الْمَرْأَةُ مِنْ طَعَمِ بَيْتِهَا غَيْرَ مُفْسِدَةٍ كَانَ لَهَا أَجْرُهَا بِمَا أَمْفَقَتْ وَلِزَوْجِهَا أَجْرُهُ بِمَا كَسَبَ وَلِلْخَازِنِ مِثْلُ ذَلِكَ لَا يَنْقُصُ بَعْضُهُمْ أَجْرَ بَعْضٍ شَيْئًا (رواه البخارى)

" Apabila seorang wanita berinfak dari makanan yang berada di rumahnya, dengan tidak menghabiskannya, maka ia akan mendapatkan pahala atas apa yang diinfakkannya itu dan suaminya pun akan mendapatkan pahala atas usahanya mencari rezeki itu. Begitupula dengan pegawainya yang memasak juga mendapatkan pahala yang sama diman masing-masing tidak mengurangi pahala yang lain. " (HR. Bukhori)

Hadits yang lainnya:

Dari abu Umamah, ia menceritakan; Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda ketika berkhutbah pada pelaksanaan haji wada: " Tidak diperbolehkan bagi wanita muslimah menginfakkan sesuatupun dari rumah suaminya kecuali dengan seizinnya. Kemudian ditanyakan kepada beliau: Wahai Rasulullah, termasuk juga makanan? Beliau menjawab: itu merupakan harta kita yang berharga. " (HR. At-Tarmidzi) Iman At-Tarmidzi menghasankan hadits ini.

Dari kedua hadits di atas dapat ditarik sebuah pengertian, bahwasanya wanita muslimah tidak diperkenankan berinfak atau bersedekah dari harta suaminya, kecuali dengan seizinnya.

Sedekah dari Usaha yang Baik

Sebagaimana hadits berikut:

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata; Bahwa rasulullah telah bersabda: "Barang siapa bersedekah dengan sebutir kurma yang dihasilkan dari usaha yang baik, karena allah tidak menerima kecuali yang baik, maka sesunggunya Dia akan menerima sedekah itu dengan tangan kanan-Nya. Lalu memeliharanya untuk yang bersedekah, seperti halnya seseorang di antara kalian yang memelihara anak kuda atau anak untanya, sehingga menjadi sebesar Gunung Uhud. " (HR. Bukhori)

Hadits yang lainnya:

Abu Malih, dari ayahnya ia berkata: "Allah tidak akan menerima sedekah dari harta rampasan yang belum dibagi dan tidak juga shalat tanpa bersuci terlebih dahulu. " (HR. Abu Daud)
Menurut Imam Abu Daud isnad hadits ini sahih.

Allah swt tidak menerima sedekah hamba-Nya kecuali dari hasil usaha yang baik. Sedangkan yang bersumber dari usaha yang tidak baik, maka tidak akan pernah diterima oleh-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah:263.

Larangan Meminta-minta

Haditsnya sebagai berikut:

Dari Abu Hurairah, ia menceritakan; Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda:

لَأَنْ يَغْدُوَ أَحَدُكُمْ فَيَحْطِبَ عَلَى ظَهْرِهِ فَيَتَصَدَّقَ وَيَسْتَغْنِيَ بِهِ مِنْ النّاسِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ رَجُلًا أَعْطَاهُ أَوْ مِنَعَهُ ذَلِكَ فَأِنَّ الْيَدَ الْعُلْيَا أَفْضَلُ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُ (رواه البخارى ومسلم والترمذى)

" Hendaklah salah seorang di antara kalian berangkat mencari kayu bakar dan meletakkannya di atas punggung dan bersedekah darinya, sehingga dengannya ia tidak membutuhkan lagi pemberian dari oarang lain adalah lebih baik daripada orang yang meminta kepada seseorang lalu diberi atau ditolak. Karena sesungguhnya tangan di atas itu lebih baik daripada tangan di bawah dan hal itu mulailah dengan orang yang berada di bawah tanggunganmu." (HR. Al-Bukhori, Muslim, dan At-Tarmidzi)

Hadits berikutnya:
Dari Samrah bin Jundub ra. Ia bercerita; Bahwa Rasulullah bersabda:

أِنْ الْمَسْأَلَةَ كَدُّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ أِلّا اَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا أَوْ فِي أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ (رواه أبوداود والنسائى والترمذى)

" Meminta-minta itu merupakan aib yang dicakarkan oleh seseorang ke wajahnya sendiri. Kecuali oarng yang meminta kepada penguasa atau dalam suatu urusan yang menjadi keharusan baginya. " (HR. Abu Daud, An-Nasa'i, dan At-Tarmidzi)

Berdasarkan hadits di atas, kita dilarang untuk meminta-minta, karena hal tersebut sangat memalukan. Kecuali kita meminta kepada penguasa, karena sudah hak kita mendapatkan yang lebih baik dari penguasa, dan penguasa bertanggung jawab terhadap rakyatnya.

Dibolehkan Bersedekah dengan Seluruh Harta

Diperbolehkan bagi wanita Muslimah bersedekah dengan seluruh hartanya.
Umar bin Khattab ra. Pernah berkata: " Kami diperintahkan oleh Rasulullah untuk bersedekah dan ini berkenaan dengan harta kekayaan yang aku miliki. Lalu aku berkata: Hari ini aku akan mengalahkan Abu Bakar dalam bersedekah meski pada hari yang alu aku tidak bisa mengalahkannya. Kemudian aku membawa setengah dari harta kekayaanku untuk aku sedekahkan. Maka Rasulullah bertanya kepadaku: Apa yang kau sisakan untuk keluargamu, wahai Umar? Umar pun menjawab: Aku sisakan setengah dari harta yang ku miliki untuk keluargaku. Namun, ternyata Abu Bakar pada saat itu menyerahkan seluruh dari hartanya untuk disedekahkan. Beliau pun bertanya: Apa yang kau sisakan untuk keluargamu, wahai abu Bakar? Abu Bakar pun menjawab, Aku tinggalkan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya. Maka aku (Umar) berkata: sekali-kali aku tidak akan pernah engalahkanmu, wahai Abu Bakar, kapan pun. " (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi)

Berkenaan dengan hadits ini Abu Daud dan At-Tirmidzi mensahihkannya. Akan tetapi, dimakruhkan bersedekah dengan seluruh harta kekayaan jika orang yang bersedekah itu lemah atau tidak bekerja.

Hadits berikutnya:

Dari Jabir ra. Ia bercerita: "Ketika kami bersama rasulullah saw, tiba-tiba datang seseorang dengan bulatan emas seperti telur. Lalu orang itu berkata: Wahai Rasulullah, aku tertimpa benda ini dari sebuah pertambangan. Untuk itu, ambillah ini sebagai sedekah dariku. Karena aku tidak memiliki sesuatu selain darinya. Maka Rasulullah menolaknya. Kemudian ia mendatangi beliau dari sebelah kirinya dan beliau masih tetap menolaknya. Selanjutnya ia mendatangi beliau dari arah belakang dan beliau mengambil serta membuangnya kembali. Kemudian beliau berkata: Seandainya ia tertimpa ini, niscaya akan menyakiti atau melukainya. Selanjutnya beliau bersabda: Ada salah seorang di antara kalian datang dengan seluruh harta kekayaannya untuk disedekahkan. Setelah itu, ia duduk meminta-minta kepada orang lain. Sesungguhnya sedekah itu hanya berasal dari orang kaya." (HR. Abu Daud dan Al-Hakim)

Yang Menghilangkan Pahala Sedekah

Diharamkan bagi wanita Muslimah menyebut-nyebut nama orang yang menerima sedekah darinya, hingga menyakiti perasaan orang tersebut atau dengan berbuat riya' di hadapan orang banyak. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah :264.

Rasulullah saw bersabda:

ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلَّمُهُمْ اللّهُ يَيْمَ الْقِيَامَةِ وِلَا يُزَكِّهِمْ وَلَهُمْ عَذَبٌ اَلِمٌ قَالَ أَبُوْ ذَرَّ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ خَابُوْا وَخَسِرُوْا مَنْ هُمْ يَا رَسُوْلُ اللَّه؟ قَالَ الْمُسْبِلُ وَالمَنَّانُ وَالْمُنْفِقُ سِلْعَةُ بِالْحَلَفَ الْكَاذِبِ (رواه احمد و مسلم و أبوداود والنسائى والدرامى)

"Ada tiga golongan yang pada hari kiamat kelak Allah tidak mengajak mereka bicara, tidak melihat mereka, tidak mensucikan mereka dan bagi mereka adzab yang pedih. Abu Dzar ra. Berkata: Sungguh merugi mereka itu. Lalu ia bertanya: Siapa mereka itu, wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Yaitu orang yang memanjangkan pakaiannya karena sombong, orang yang menyebut-nyebut sedekah yang telah diberikan, dan orang yang menginfakkan hartanya dengan sumpah palsu. " (HR. Ahmad. Muslim, Abu Daud, An-Nasa'i, dan Ad-Darimi)

Meminta Balik Sedekah yang Telah dikeluarkan

Haditsnya sebagai berikut[16]: عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ, أَنَّ رَسُوْل ُاللَّهِ صَلَّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ قَالَ: لاَ تَعُدْ فِي صَدَقَتِكَ (رواه ابوداود)

Dari Umar bin Khattab ra. Bahwa Rasulullah saw bersabda: " Janganlah kamu menuntut balik sedekah yang telah kamu keluarkan. " (HR. Abu Daud)

Hadits berikutnya:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ العَبَّاسِ, قَالَ: قَالَ رَسُوْل ُاللَّهِ صَلَّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ: مَثَلَ الّّذِيْ يَتَصَدَّقُ ثُمَّ يَرْجِعُ فِي صَدَقَتِهِ مَثَلُ الْكَلَبِ يَقِيءُ ثُمَّ يَرْجِعُ فَيَأْ كُلُ قَيْئَهُ (رواه مسلم)

Dari Abdullah bin Abbas ra. Ia berkata; Rasulullah saw besabda: " Perumpamaan orang yang bersedekah kemudian menuntut balik sedekahnya adalah seperti se ekor anjing yang muntah kemudian memakan kembali muntahnya tersebut." (HR. Muslim)

Sebagai Uamat Islam kita tidak boleh meminta kembali barang yang kita sedekahkan. Hal ini sesuai dengan hadits di atas. Apabila kita meminta kembali barang yang telah kita sedekahkan, diibaratkan dengan seekor anjing yang muntah kemudian memakan kembali muntahnya tersebut. Sangat menjijikkan sifat seperti itu.

Orang yang Mensedekahkan Sesuatu Kemudian Ia mendapati Barang Sedekahnya di Pasaran

Haditsnya sebagai berikut:

عَنْ عُمَرَ, اَنَّهُ يَتَصَدَّقَ بِفَرَسٍ عَلَى عَهْدِ رَسُوْل ُاللَّهِ صَلَّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ, فَأَبْصَرَ صَاحِبَهَا يَبِيْعُهَا بِكَسءرٍ, فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ فَسَأَلَهُ عَنْ ذَلِكَ, فَقَالَ: لاَ تَبْتَعْ صَدَقَتَكَ

Dari Umar ra. Bahwa ia pernah menyedekahkan seekor kuda ketika masih hidup Rasulullah saw lalu ia mendapati oarang yang diberinya sedekah tengah menjual eceran kuda hasil sedekahnya tersebut. Maka Umar mendatangi Nabi saw dan mengkonsultasikan hal itu. Maka beliau pun bersabda: " Janganlah kamu memakan sedekahmu. "

Berdasarkan hadits sebelumnya, hadits ini adalah sahih.

Berdasarkan hadits ini, bahwa sesuatu yang kita sedekahkan kepada orang lain, kemudian kita melihat barang tersebut dijualnya kembali, dan kita tidak boleh membelinya kembali.

Orang yang Mensedekahkan Sesuatu Kemudian Mewarisinya

Haditsnya adalah sebagai berikut:

عَنْ بُرَيْدَةَ, قَالَ: جَاءَتْ امْرَأَةٌ أِلَى النَّبِيَّ صَلَّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ فَقَالَتْ: يَا رَسُوْلُ اللَّهِ! أِنِّي تَصَدَّقْتُ عَلَى أُمِّي بِجَارِيَةٍ, وَ أِنَّهَا مَاتَتْ, فَقَالَ: آجَرَكِ اللَّهُ, وَرَدَّ عَلَيْكِ الْمِيْرَاثَ (رواه ابو داود و مسلم)

Dari Buraidah, ia berkata; " Ada seorang wanita yang menemui Nabi saw seraya berkata: Wahai Rasulullah, aku telah memberikan sedekah untuk ibuku berupa seorang budak perempuan. Kemudian ibuku meninggal dunia. Rasulullah saw menimpali: Semoga Allah akan memberimu ganjaran, Dia mengembalikan kepadamu melalui waris. " (HR. Abu Daud dan Muslim)

Sebagaimana hadits berikut:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ عُمَرِ, قَالَ جَاءَ رَجُلٌ أِلَى النَّبِيَّ صَلَّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ فَقَالَ: أِنِّي أَعْطَيْتُ أُمِّي حَدِيْقَةً لِى, وَ أِنَّهَا مَاتَتْ, وَلَمْ تَتْرُكْ وَارِثًا غَيْرِي, فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ: وَجَبَتْ صَدَقَتُكَ, وَرَجَعَتْ أِلَيْكَ حَدِيْقَتُكَ (رواه التعلق الراغب)

Dari Abdullah bin amru ra. Ia berkata; " Ada seorang laki-laki yang pernah datang kepada Nabi saw seraya berkata: Aku telah memberi kepada ibuku sebuah kebun, kemudian ibuku meninggal dunia dan tidak meninggalkan ahli waris seorang pun selain diriku. Rasulullah saw bersabda: edekahmu telah mendapatkan pahala. Dan kebunmu (yang pernah engkau hadiahkan kepada ibumu) dapat kembali (menjadi) milikmu. " (HR. At-Ta'liq Ar-Ragh)

Berdaasarkan kedua hadits di atas bahwa sesuatu yang kita sedekahkan kepada ibu kita, kemudian ibu kita tersebut meninggal dunia, maka sedekah kita itu dapat kita miliki kembali.

Pengertian Sedekah

Sedekah  dalam bahasa Arab: صدقة; (Sadakah) adalah pemberian seorang Muslim kepada orang lain secara sukarela dan ikhlas tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Sedekah lebih luas dari sekedar zakat maupun infak. Karena sedekah tidak hanya berarti mengeluarkan atau menyumbangkan harta. Namun sedekah mencakup segala amal atau perbuatan baik. Dalam sebuah hadis digambarkan, “Memberikan senyuman kepada saudaramu adalah sedekah.”


Secara bahasa, shadaqah berasal dari kata shidq yang berarti benar. Dan menurut Al-Qadhi Abu Bakar bin Arabi, benar di sini adalah benar dalam hubungan dengan sejalannya perbuatan dan ucapan serta keyakinan. Dalam makna seperti inilah, shadaqah diibaratkan dalam hadits: “Dan shadaqah itu merupakan burhan (bukti).” (HR. Muslim)

Jadi, secara umum Shadaqah atau Sedekah memiliki pengertian menginfakkan harta di jalan Allah SWT. Baik ditujukan kepada fakir miskin, kerabat keluarga, maupun untuk kepentingan jihad fi sabilillah.

Makna shadaqah memang sering menunjukkan makna memberikan harta untuk hal tertentu di jalan Allah swt., sebagaimana yang terdapat dalam banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an. Di antaranya adalah Al-Baqarah (2): 264 dan Al-Taubah (9): 60.

Kedua ayat di atas menggambarkan bahwa shadaqah memiliki makna mendermakan uang di jalan Allah swt. Bahkan pada ayat yang kedua, shadaqah secara khusus adalah bermakna zakat. Bahkan banyak sekali ayat maupun hadits yang berbicara tentang zakat, namun diungkapkan dengan istilah shadaqah.